ISTRI SHOLEHAH DALAM ARTI ISLAM
Category : Blog
ISTRI SHOLEHAH DI ISLAM
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma’ruf lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.
PENGERTIAN wanita SHOLEHAH DI ISLAM
Di dalam kehidupan berumah tangga tentu banyak di jumpai pelbagai persoalan yang dapat memicu pertengkarang, bahkan
sampai perceraian. untuk itulah di butuhkan saling adnya pengertian dan tau tugas dan fungsi nya masing masing.
sudah sebagai tugas dan kewajiban suami sebagai kepala keluarga untuk menafkahi, melindungi, dan menyayangi keluarganya.
juga mendidik istri dan anak anaknya sesuai ajaran Agama.
terkadang di era emansipasi wanita dan gencarnya aktifis perempuan membela hak para wanita terkadang menjadi salah kaprah
dan di artikan berbeda beda oleh para istri, yang mengakibatkan peran istri yang terlalu dominan, tidak lagi mematuhi suami dan
lain sebagainya. di sini saya tidak menentang apa yang di perjuangkan para aktifis HAM dan perempuan tersebut. hanya mengupas
apa yang terjadi di banyak keluarga millenial yang sering terjadi perpisahan dengan alasan yang terkadang tidak masuk logika.
selayaknya sebagai wanita, sebagai istri untuk tetap menjalankan tugas dan fungsinya yang sudah melekat ketika dia mereka
di lahirkan, yakni menjalankan apa yang terlah penulis sebut di atas, itu baru sebagian kecil saja. mendahulukan karir dari
pada keluarga? fikirkan lagi ya sist.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
Artinya : “Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)
“Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman:
“Wanita shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada
(sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.”
(Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)
Ada kisah Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah
tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi
wa sallam:
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا Artiya :
“Jika sampai Nabi menceraikan
kalian, mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian,
muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)
ISTRI SHOLEHAH DI ISLAM
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:
a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), tunduk kepada perintah Allah ta’ala dan perintah Rasul-Nya.
b. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala
c. Qanitat: wanita-wanita yang taat
d. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah
(perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh
hawa nafsu mereka.
e. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan mentauhidkannya karena
semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhuma).
f. Shoimat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132) Istri-istri
sholehah bisa kita rinci dengan lainnya yang Akan Q ambil keterangan-keterangannya dari hadis, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyatakan:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
Artinya : “Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada
suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.”
(HR. Ahmad 1/191)
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى
تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
Artinya :
“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang,
banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan
tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.”
(HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257.)
ISTRI SHOLEHAH DI ISLAM
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu
Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki
dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa
yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa
yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab:
“Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka
(para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
Artiya : “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina
di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456,)
4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan
menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَ
ا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
Artinya : “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang
bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”.
(HR. Abu Dawud no. 1417.)
5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah
sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta’ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila
suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Artinya : “Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita
yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri
suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang
di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata:
“Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)